AGAMA, KEKERASAN, PERDAMAIAN
Perspektif Agama Islam
Oleh : DR. H. Fatah Syukur NC, M.Ag
Menurut
ajaran agama Islam, agama menjadi sumber nilai, semangat, dan institusi terakhir
untuk mencari makna hidup. Agama untuk manusia adalah sebagai kekuatan
pembebas, agama menawarkan sekumpulan nilai, ajaran, visi, dan ketentuan
normatif. Manusia memiliki kebebasan untuk merespon tawaran-tawaran agama.
Manusia memerlukan agama untuk meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, bukan
agama yang memerlukan manusia. Agama hendak membantu manusia untuk melakukan
aksi pencerahan, dan aksi pembebasan manusia dari situasi keterpenjaraan
seperti penjara, kemiskinan, kekayaan, komunalisme, dsb.
Nabi Muhammad saw diutus membawa ajaran Islam ke dunia, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Ajaran agama merupakan sesuatu yang ideal, misalnya Islam itu cinta damai, Islam itu indah, Islam cinta kedisiplinan, dan Islam itu rahmat bagi seluruh alam, dsb.
Nabi Muhammad saw diutus membawa ajaran Islam ke dunia, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia. Ajaran agama merupakan sesuatu yang ideal, misalnya Islam itu cinta damai, Islam itu indah, Islam cinta kedisiplinan, dan Islam itu rahmat bagi seluruh alam, dsb.
Namun
sekarang marak muncul permasalahan yang mengatasnamakan agama. Permasalahan
agama sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dengan permasalahan sosial, karena
agama setelah dipeluk oleh umat manusia, maka sarat dengan persoalan sosial
terutama yang berhubungan antara sesama manusia. Terkadang suatu ajaran dari
sumber yang sama, dengan kalimat yang sama dapat menimbulkan pemahaman yang
berbeda, dan pada akhirnya akan menimbulkan praktik yang berbeda pula, bahkan
sangat memungkinan menimbulkan konflik, padahal secara dogmatik, ajaran agama
selalu menghendaki adanya kedamaian, dan keharmonisan. Namun pada kenyataannya
konflik yang dipicu oleh masalah agama itu selalu muncul ke permukaan. Misalnya
konflik antara pemeluk agama di Ambon, orang Madura dan Dayak di Kalimantan,
bahkan konflik antar pendukung partai di Pekalongan dan Jepara, hampir semuanya
dipicu melalui sentimen keagamaan, misalnya menghina ajaran agama atau tokoh
agama, pembakaran tempat ibadah, pelecehan Kitab Suci dsb. Tetapi konflik tersebut bukan hanya disebabkan
oleh unsur agama namun mungkin ada unsur lain yang menyebabkannya.
Dalam
berbagai konflik yang sering terjadi sekarang wajah Islam agaknya selalu
beriring dengan label anarkis dan anti kebebasan. Cap fundamental, ekstrem, dan
bahkan teroris seakan sangat akrab dengan komunitas “orang” yang memeluk agama
Islam. Generalisasi perilaku “sekelompok” muslim seringkali menjadi justifikasi
muka Islam sebagai agama, sehingga label-label negatif tadi selalu pantas untuk
diembelkan dengan Islam. Namun pemberian label negatif terhadap agama Islam ini
tidak adil karena kasus tersebut hanya dilakukan oleh sebagian kecil umat
Islam. Justru umat Islam yang berfikiran moderat jauh lebih banyak dan tidak
setuju dengan cara-cara yang dilakukan oleh mereka itu.
Agama
Islam yang disebarkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad saw merupakan agama yang
ditujukan demi kesejahteraan dan keselamatan seluruh umat dan alam.
Sesungguhnya perdamaian merupakan salah satu prinsip dalam Islam yang ditanam
secara mendalam dalam hati kaum muslimin sehingga menjadi bagian dalam
kehidupan mereka. Islam itu cinta damai.
Islam diturunkan oleh Allah swt ke muka bumi dengan perantaraan seorang
Nabi yang diutus kepada seluruh manusia untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Islam bertujuan menciptakan perdamaian dan keadilan bagi seluruh manusia,
sesuai dengan namanya yaitu al-Islam. Karena itu, Islam diturunkan bukan untuk
memelihara permusuhan atau menyebarkan dendam kesumat di antara umat manusia.
Islam justru memerintahkan kita memiliki sifat pemaaf, namun tetap memperhatikan
agar kejahatan tetap diberi hukuman setimpal agar tidak muncul kejahatan lain.
Islam memerintahkan agar manusia selalu berbuat baik, sekalipun terhadap orang yang jahat kepadanya,
Islam memerintahkan manusia berendah hati, namun jangan melupakan harga diri. Namun,
Islam melarang bersikap lemah dan meminta damai dalam peperangan ketika belum mencapai
tujuan.
AGAMA, KEKERASAN, DAN PERDAMAIAN
Perspektif Agama Katholik
Oleh : Romo Lukas Dharsono, MSF
Agama
adalah suatu ajaran yang mengajarkan kasih sayang kepada siapa saja tanpa
terkecuali, dan agama membawa misi dasar luhur yaitu kerukunan, persaudaraan,
perdamaian, dan keselamatan universal. Namun dalam berbicara tentang kaitan
agama dengan kekerasan adalah sesuatu hal yang paradoks. Di satu sisi, agama apapun
tanpa terkecuali mengusung misi perdamaian, kerukunan, dan keselamatan,
sekaligus menolak bentuk kekerasan dan tindakan anarki. Tetapi di sisi lain,
terkadang agama dituding penyebab, penggerak bahkan penggagas dari suatu
kekerasan dan anarki. Tindakan kekerasan
yang melibatkan umat beragama sering terjadi misalnya liputan kemarahan Umat
Islam yang dilukai oleh sebuah film yang dibuat oleh seseorang di AS yang
dianggap menghina dan melecehkan Nabi Muhammad, konflik di Irlandia Utara
antara agama Protestant dan Katolik yang disebabkan karena masalah
etnis-politis, di Sudan antara Arab Islam dan Negro yang Kristen, Hindu melawan
Islam di India, Hindu melawan Buddhanisme di Srilanka. Hal itu, seakan
menegaskan bahwa tindakan kekerasan dan anarki yang disebabkan oleh agama
bukanlah isapan jempol belaka tetapi memang nyata. Namun muncul berbagai
pertanyaan apakah tindakan-tindakan anarki yang terjadi dan dilakukan pemeluk
agama benar-benar didorong oleh ajaran agama atau sesungguhnya merupakan
tindakan sosial belaka yang memperoleh pembenaran agama? Konflik-konflik yang
terjadi bukanlah konflik agama, tetapi apa yang terjadi adalah konflik yang
dicari-cari pembenarannya pada ajaran agama. Dalam hal ini, agama diperalat
oleh kelompok masyarakat dan penguasa. Penguasa menganggap kekerasan, teror,
dan otoritas mutlak sebagai hak prerogratif yang tidak dapat dipisahkan dari
kekuasaan.
Persoalan
hubungan antara agama dan kekerasan sesungguhnya tidaklah sederhana. Seakan
agama dan kekerasan itu antara ada dan tiada. Kita hendaknya berani mengakui
bahwa dunia agama, disadari atau tidak disadari telah membuat pemisahan antara
orang beriman dan tidak beriman yang memungkinkan muncul kekerasan. Kelompok
yang merasa diri bahwa agama mereka adalah satu-satunya yang benar memiliki
sedikit simpati bagi kelompok yang berbeda. Hal inilah yang sering memicu
terjadinya konflik. Konflik dan kekerasan yang melibatkan pemeluk agama
sebenarnya melibatkan seluruh elemen organisasi atau kelompok keagamaan.
Agama memang dapat dijadikan rujukan untuk kepentingan
apapun, tindakan baik maupun tindakan buruk, tergantung pemeluknya dan situasi.
Pemeluk agama seharusnya berani berpikir kritis dan dalam keterbukaan budi dan
kebeningan hati berani membedah tafsir atas ayat-ayat dalam Kitab Suci yang
berpotensi meleglimatisasi tindakan kekerasan para pemeluk agama. Dengan kata
lain, tidak ada ajaran agama yang keliru, yang ada adalah kesalahan tafsir dan
pemutlakannya buta atas ajaran agama oleh penganut agama. Agama itu harus
dijauhkan dan dipisahkan dari kepentingan politik dan kekuasaan. Dan yang lebih
penting adalah belajar dari Yesus yang melawan kekerasan dengan cinta kasih.
AGAMA,
KEKERASAN, DAN PERDAMAIAN
Perspektif
Agama Kristen
Oleh : Pdt. Nancy
N. Souisa, M.Si
Relasi antara Tuhan dan manusia adalah hal utama di dalam
iman kristiani. Manusia dijadikan Tuhan sebagai patner kerja yang menatalayani
kehidupan sehingga berlangsung suasana damai bagi semua. Inilah tujuan utama
yang diresponi manusia dengan kerendahan hati dan keterbukaan.
Cara-cara beragama, bentuk-bentuk keagamaan dan ide-ide,
sepatutnya sejalan dengan mandat Tuhan. Identitas agama sepatutnya menjadi
identitas yang mendorong manusia melayani berbagai kebutuhan hidup sehingga
kedamaian bisa tercapai, bukannya identitas yang menuntut manusia menjadi
ekstrem. Manusia yang beragam dapat melakukan banyak hal yang bermartabat
karena pemaknaan agamanya, namun ternyata ada berbagai konflik dan kekerasan
berlatar pada pemaknaan tertentu dari nilai agama. Dengan kata lain, terdapat warisan
kekerasan, pelanggaran HAM, dan ketidakadilan ekonomi politik yang bertentangan
dengan harapan bahwa itu ditampilkan oleh manusia beragama di dalam dan melalui
hidupnya.
Perkara kekerasan
menjadi masalah serius pada kehidupan masa kini apalagi yang melibatkan agama.
Kekerasan ini bersumber dan nampak dalam banyak hal yaitu ketidakadilan, budaya
kekerasan yang dianggap warisan, kompetisi yang membenarkan berbagai cara, dsb.
Namun sebagai orang beriman kita harus berjuang melawan setiap kekerasan yang
terjadi. Kita harus menghadirkan damai dan memelihara damai.
Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
a.
Pendidikan
perdamaian
Pendidikan perdamaian dilakukan mulai dalam komunitas
agama untuk meninjau cara pikir dan praktek beragama yang tidak sensitif terhadap
orang lain dan komunitas lain. Pelajaran dari daerah yang mengalami konflik dan
kekerasan mengetengahkan pentingnya kebersamaan dan mengedepankan kemapanan dan
kebijaksanaan masyarakat untuk bersama memikirkan dan mempromosikan perdamaian.
b.
Perhatian terhadap
budaya damai dengan menggunakan nilai-nilai luhur dan bentuk-bentuk dalam
tradisi setiap komunitas yang tidak lekang dimakan budaya kekerasan. Bahwa
terdapat nilai dan bentuk warisan masa lalu yang patut dipraktekkan sebab
terbukti menyokong masyarakat dalam memelihara harmoni sambil mengupayakan hidup
bersama yang saling menjaga, memperhatikan, dan berbagi.
c.
Belajar dari
persoalan-persoalan kekerasan dan konflik, contohnya yang diusulkan oleh Scoot
Appleby, ia menawarkan transformasi dari kekerasan menuju perdamaian dalam tiga
dimensi : managemen konflik, resolusi konflik dan pembaruan struktur. Managemen
konflik menyangkut pencegahan konflik. Resolusi konflik menyangkut advokasi dan
kesaksian dari yang terlibat di dalam konflik. Pembaruan struktur adalah upaya
untuk mengalamatkan akar penyebab konflik dan mengembangkan praktek jangka
panjang dan institusi yang kondusif bagi masyarakat yang kondusif untuk
berlangsungnya damai dan relasi tanpa kekerasan.
Banyak cara
lain yang dapat digunakan sebagai pergulatan pekerjaan perdamaian, sebab
perjuangan untuk menghadirkan perdamaian adalah jalan panjang namun membuat
kualitas kemanusiaan teruji dan memperlihatkan hal yang memang sepatutnya
menjadi bagian dari kemanusiaan.
SEBUAH INSPIRASI MENUJU PERDAMAIAN HIDUP BERAGAMA
Perspektif Buddhisme
Oleh : Suranto, MA
Di era modern
ini manusia dihadapkan dengan permasalahan yang cukup kontradiksi diantaranya
konflik dan kekerasan yang mengatasnamakan agama. Di satu sisi, orang takut
akan terjadinya kekerasan. Namun di sisi lain, ada orang atau kelompok tertentu
yang sudah siap atau memang mempersiapkan diri untuk menindak pihak lain dengan
kekerasan. Kondisi ini telah mendorong sebagian umat manusia untuk mulai sadar
akan pentingnya kehidupan yang damai. Sudah banyak catatan kekerasan atas nama
agama yang mewarnai kehidupan di Indonesia mulai dari terorisme, masalah tempat
ibadah, sampai dengan penodaan agama, dan aliran kepercayaan. Hal ini menjadi
tantangan bagi umat beragama.
Sebagai salah
satu agama besar yang berkembang di dunia, Buddhisme memiliki tantangan
tersendiri dalam menjawab tantangan keberagaman agama yang sering menjadi salah
satu unsur pemicu kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sebenarnya keberagaman
agama adalah bagian dari kehidupan ini sehingga untuk terlepas dari keberagaman
sangatlah sulit. Berdasarkan fakta tersebut, Buddhisme melihat keberagaman
agama sebagai suatu kondisi yang alami.
Pentingnya
mendirikan kedamaian berawal dari mengkonstruksi pemahaman terutama pemahaman
agama. Agama perlu dipahami tidak semata sebagai dogma yang harus dipegang
kuat-kuat, tetapi agama harus dipahami sebagai jalan hidup yang mengarahkan dan
menggerakkan pikiran umat manusia pada titik kerhamonisan.
Perdamaian
tidak dapat diwujudkan selagi manusia masih memiliki dan mengutamakan nafsu,
mementingkan diri sendiri atau kelompok, memliki kesombongan agama atau rasial,
dan mengutamakan keegoisan kekuasaan. Agama pada dasarnya mengajarkan manusia
untuk tidak membunuh dan menyakiti sesama atau makhluk lain, tetapi sayangnya
melalui akar kebenciaan, kejahatan, dan kegelapan batin manusia mengabaikan
ajaran kasih. Sebenarnya agama memiliki catatan dan benih-benih kekerasan
maupun benih-benih perdamaian tetapi sangat bergantung bagaimana kita
membudayakannya. Sikap dan prinsip memanusiakan manusia merupakan salah satu
sarana untuk menghargai kehidupan, sehingga tidak seharusnya manusia menjadi
obyek dan sumber kekerasan atas nama agama.
Dalam mewujudkan kedamaian hidup beragama dapat dimulai dari diri sendiri dengan
mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk. Buddhisme mengajarkan
pengembangan cinta kasih dapat dilakukan melalui meditasi metta (meditasi cinta kasih). Dalam ajaran agama Buddha terdapat
satu kalimat manjur untuk menciptakan perdamaian yaitu dengan cara mengucapkan
dan mepraktikkan dalam kehidupan sehari-hari melalui usaha mengharapkan semua
makhluk hidup berbahagia (sabbe satta
bhavantu sukhitta). Selain itu, cara pengembangan cinta kasih dalam
Buddhisme dapat dilakukang dengan memberikan keterbukaan dalam menyelesaikan
permasalahan termasuk kekerasan beragama untuk membangun dasar hidup manusia
dengan memiliki kemoralan, kesabaran, kerendahan hati, dan toleransi dalam
kehidupan beragama.
MENCEGAH
KEKERASAN DAN MENJAGA PERDAMAIAN
Perspektif
Agama Khonghucu
Oleh : Dr.
Oesman Arif W.S.
Ajaran agama Khonghucu adalah sebuah ajaran yang bersumber dari ajaran para
nabi purba di Tiongkok yang dirumuskan dan disempurnakan oleh Nabi Khonghucu
(551-479 SM). Artinya, sebelum Nabi Konghucu lahi bahan ajaran “agama
Khonghucu” itu sudah ada dan disebut Ru Jiao.
Menurut agama Khonghucu, tindak kekerasan dalam bentuk apapun harus dicegah
melalui pendidikan sejak kanak-kanak. Jika pendidikan sejak kanak-kanak sudah
salah setelah dewasa sulit diperbaiki karena sudah menjadi watak. Orang yang
suka melakukan kekerasan biasanya orang yang kurang berpendidikan atau salah
didik. Pendidikan agama diharapkan dapat membentuk karakter manusia menjadi
lebih baik, maka pelajaran agama tidak hanya mendidik anak mengenal Tuhan,
tetapi juga mengenal manusia dan kehidupannya. Selain itu, dalam agama
Khonghucu kungfu dan silat Taiji diajarkan untuk mengendalikan emosi seseorang
agar tidak melakukan tindak kekerasan.
Dalam ajaran agama Khonghucu tidak menjelaskan masalah sorga, neraka, dan
reinkarnasi karena mengajarkan umatnya tulus dalam menjalankan kebajikan di
dunia ini. Berbuat kebajikan tanpa pamrih apapun, tidak dapat hadiah di dunia
ini atau di dunia lain tetap berbuat kebajikan. Agama Khonghucu mengajarkan umatnya
untuk menghormati arwah dan mendoakan agar tempat yang damai disisi Tuhan. Umat Khonghucu mengirim benda seperti rumah dari kertas, ‘uang perak’ dan ‘uang
emas’ dari kertas tujuannya adalah menenangkan arwah. Umat agama Khonghucu
percaya bahwa roh itu abadi, tetapi setelah orang meninggal rohnya ke mana itu
rahasia Tuhan yang tidak perlu dirisaukan. Dalam memberi penjelasan kepada
murid-muridnya tentang keadaan manusia setelah meninggal, Nabi Konghucu sangat
hati-hati.
KESIMPULAN:
Semua agama itu mengajarkan kebaikan dan perdamaian, dan
tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Tetapi terkadang terjadi kekerasan
yang mengatasnamakan agama karena kurangnya pemahaman terhadap agama, dan
penjelasan pemimpin yang salah. Sehingga agama terkadang diperalat, dan seakan
agama dengan kekerasan itu antara ada dan tiada. Oleh sebab itu, sucikanlah
hati dan pikiran. Seperti kata Yesus “Jika ingin orang lain berbuat baik
kepadamu, berbuat baiklah kepada orang lain.” Sehingga, “jika ingin damai,
berilah damai kepada orang lain”.
damai sejahtera amin..
BalasHapus